marque 1

Selamat Datang (dianjurkan untuk mendengarkan musik pada playlist yang ada)

Wednesday, June 1, 2011

AJARAN BUNDA


Mencintai keluarga memang keharusan, rasa itu lahir dengan sendirinya bersamaan pula dengan lahirnya setiap manusia, atau,  sebelum manusia lahir? Karena manusia diciptakan dengan bumbu bumbu itu, telah jatuh sari wangi keikhlasan pertemuanan adam dan hawa sejak bertemu maupun sesudahnya.
                           
                                ***

    Selama ia sakit, tubuh mungilnya tetap bersih, karena kulit yang melapisi daging-dagingnya adalah sutra tersendiri bagi mereka yang menyayangi. Pagi sangat cerah, bulu bulu sutra menari halus tapi tak sehalus rambutnya yang lurus sepinggang, hanya saja rambut tak terurai benar tersentuh bagian pinggang, hanya sebagian yang tersentuh ketika rambut itu seakan menjalar melawati sekat tumpuan badan. Ia duduk di kursi roda, hitam dan kusam. Kata bu Santi, kursi itu sudah 8 tahun belum diganti meskipun sudah reyot pasrah. Ketika ia berumur tiga tahun, seorang nenek terlampau tua  berjalan telanjang kaki dan mendorong kursi itu dari desa, si nenek hanya berpesan, kursi ini untuk membantu cucunya beraktifitas, tersenyum mengikuti anak-anak lain yang berjalan. Sejak itu, nenek tak datang lagi.
    Di depan cermin, gadis-gadis belia berdandan dengan gaya mereka sendiri. Menyisir rambut dengan alunan tangan  gadis kecil, memberi isyarat, rambut itu akan matang bersama ranumnya mereka tapi kelak. Ia di depan cermin masih bersama kursi roda tua, menggunakan tanganya sebagai sisir sebagaimana gadis yang semakin matang, mengartikan bayangan dirinya di dalam kaca, bergaya, dan dalam batin seorang putri akan menjadi putri.
“ Ayu ....”
“ Ada bunda”
“ Maya ...”
“ Iya bunda”
“ Tiara ...”
“ Ada bun”
“ Bayu ..”
“ Ada bunda “
“ Siska ..” terdiam, bu Santi memanggil lagi “ Siska..?? Siska..?? Siss...?? Siska cantik?? “ Meskipun bu santi memanggil dengan nada tertinggi, tak ada suara yang menyahut, hanya siut angin berlalu lalang di ruang cukup luas, tak seluas hati bu Santi. Beliau mengabdi di tempat ini selama 35 tahun, dan beliau telah mengangkat kepala anak anak pengghuni gedung itu karena bangga atas keberhasilan mereka.
    Ruang selalu diam ketika Bu Santi bersuara, tak seorang anak yang berani bersuara menyaingi, bukan karena takut, tapi karena penghormatan pada setiap nafas beliau, nafas yang menceritakan tentang seorang ibu yang memandikan bayi, seorang ibu yang memakaikan baju anak, yang menanti kedatangan saat mereka sekolah, serang ibu yang menemani makan, serang ibu yang mendongeng untuk tidur mereka nyenyak. Dan ibu yang memperhatikan anak-anak tidur dan mendoa agar mimpi indah mereka tercapai.
“ Bayu, kau dan indra cari mbak siska. Bilang bunda memanggil”
“ baik bunda, saya cari dulu” lantas kedua anak pergi ke ruang selain ruang itu setelah bayu mengucap kepatuhan.
    Anak anak selonjor di lantai keramik, keramik zaman belanda yang tiap paginya selalu di pel Mbok Ningsih, mbok yang diberi kepercayaan untuk mengurus kebersihan menemani bu Santi, 10 tahun ia bekerja di panti asuhan kasih bunda setelah Bu Santi menjadikannya pegawai istimewa sebagai keluarga baru. Dingin lantai tak sesejuk senyum bu Santi pada anak-anak. Dan ruang tak lagi diam, di isi kecintaan anak anak pada Bu Santi dan sebaliknya.
“ Bun , tadi bun panggil aku ya? Kenapa panggil-panggil? Kaya anak kecil saja.” Sosok gadis tiba-tiba datang, sedangkan indra dan bayu membuntuti tapi geram !
“ sis.. kau kan anak tertua di rumah ini, jangan ajari adik-adikmu hal-hal yang tak patut, ajari mereka kesopanan seperti dulu”.
“ Ah, aku akan sopan kalau ibu nggak ganggu aku tadi”
“mengganggu?”
“iya. Buat apa manggil-manggil saat aku mandi? Itu mengganggu bu.”
“maafkan ibu kalau tadi mengganggu, tapi ini sudah jam setengah sebelas, di peraturan rumah ini, jam sepuluh, anak anak harus sudah mandi semua. Dan ini minggu terakhir bulan. Anak anak harus...”
“ harus berkumpul dan duduk manis di absen kaya anak kambing? Iya..? saya tahu bu. Tapi justru karena ini minggu terakhir bulan, aku sangat perlu mandi yang maksimal !” karena katanya itu, spontan tawa anak anak menjadi, ada anak yang mengulangi kata –maksimal- itu dengan nada dan intonasi berbeda beda, dan hal itu samakin meningkatkan daya amarah siska yang mengambil vas bunga dan membanting seketika. “ DIAAM !!.. anak anak udik !! DIAAM !! “.
“ SISKA !!”
“ apa lagi?! Mau bela mereka?  Iya?! Terus saja begitu”
“ itu karena kau emosi sis, dan..”
“ dan salah ?!”
“ kata-katamu sis !! kau tadi bilang yang tak pantas dan salah. Tarik kembali katamu !!”
“ kata yang mana?? Oooo.. mereka anak udik?! Tapi itu kan fakta, mereka memang udik dan bau kan? Dan b.u.a.n.g.a.n .”
“SISKA !!”
“ kenapa lagi?! Nasibku juga begitu? Haha.. aku beda ibu santi. aku tak pernah meminta sama sekali buat tinggal di panti busuk ini. Kau yang mengabilku!! “
“ tak ada buangan di rumah ini, semua anak ibu. tak terkecuali. Kau juga, ibumu..”
“ aku nggak punya ibu ! aku nggak punya ibu yang melahirkan aku. KAU JUGA BUKAN IBU ANGKATKU !! APALAGI KELUARGA BUATKU. SAMA SEKALI TIDAK.”
“ silahkan kau tak menganggapku keluargamu, atau teman juga, tapi jangan lupa, kau punya ibu, ibumu sangat mencintaimu.”
“ mencintai?? Cinta katamu ? perempuan yang meninggalkan anaknya di jalanan. Dari mobil mewah setelah menjemput anak itu dari sekolah, dia tahu si anak menangis, tapi malah mobil kabur tak karuan. DAN KAU MALAH DIAM DI DEPAN TERAS PANTI KEBANGGAANMU INI. MELIHAT PERISTIWA ITU TAPI TETAP DIAM. Itu yang dinamakan cinta? Tak ada upaya sama sekali agar mobil mewah itu kembali mengambil anak itu. ITU AGAR PANTI INI DAPAT ORANG BARU??!! KAU SENANG?? BEGITU?? HA..?!”
“tapi orang tuamu melakukan itu untuk kamu sis..”
“hahaha.. lanjutkan saja sepuasmu !”
“karena jika tidak begitu, akan berdampak burut buatmu, orang tuamu hanya ingin kau selamat dari mafia-mafia kasus sis.., orang tuamu dihukum, tapi oknum lain tetap mengincar keluargamu.” Kali ini air mata bunda menetes, seperti kistal-kristal yang ta pancarkan cahaya, jatuh deras.

Suara siska mulai putus putus, tapi tetap berat dan keras . ” ya.. yang aku tau mereka dihukum mati setahun setelah meninggalkan anak itu, aku sudah baca di koran. Tapi itu sudah pantas buat mereka, ehem.. dan kuperjelas lagi, sama sekali aku tak pernah meminta kau mengambilku, itu yang membuatku berbeda dengan anak-anak udik, mereka kesini di antar orang tua mereka yang tak jelas asal usulnya. Haha mereka datang di tempat ini dengan pengharapan menjadi anak buangan. Konyol bukan?!.”
    Anak anak di ruang seketika menangis, tapi ruang tetap diam, diam berisi suatu kisah, ruang tetap diam dan tak bleh ikut campur dalam urusan tertentu. Bunda naik pitam, matanya tanjam, mulutnya menggerutu seperti memngunyah batu-batu kali cadas, apalagi ketika siska mengucapkan kalimat itu mendekatkan wajahnya di depan wajah bunda. Pitamnya memuncak dan akan meletus menghancurkan yang ada di sekitar amarahnya. – bergerak cepat tangan menyiku ancang tamparan-.
- tamparan datang bagai kilat yang menyambar, tanpa ampun tepat di pipi kanan siska, tamparan itu benar-benar membuat siska terperanjat, ia merasa jatuh harga dirinya. Arumi, gadis tak bersuara di kursi roda reyot menampar siska di pagi itu. Pertama kali  kejadian anak yang berani melawan siska, gadis tertua di panti kasih bunda.
“ bangsat !! anak busuk !! berani menamparku dengan tangan busukmu itu ?! Sudah cacat. Buangan. Coba berdiri?? Coba bicara??”
“ siska !! sudah diam !!”
“ benar kan bu santi yang saya hormati. Dia ini yang paling busuk di rumah ini. Dia cacat ! bicara saja gagu. Nggak jelas ! dan yang terpenting. Asal usulnya sangat busuk !” memandang wajah arumi dengan tajam, bunda menarik kursi roda menjauh dari siska, tapi siska meneruskan hujatannya “ aku ingat, dulu kau di antar ibumu waktu kau masih berumur 3 hari, anak-anak panti yang lain heran denganmu, bayi yang begitu putih jarang bersuara, kau memang putih. Tapi putihmu itu beda dengan yang lain. Kau bukan keturunan Indonesia asli. Kau bukan seperti kami. Nenekmu saja tak kuat membiayaimu hidup, mati karena kursi rodamu itu. Ibumu tak pernah kembali, tau sendiri, ibumu jadi TKQ di timur tengah, kuat dugaan kau ini anak haram ! itu pasti. Karena ibumu pelacur disana,, haha aku masih ingat, dia mengantarmu dengan luka-luka di mukanya. Aku yakin dia pelacur. Pelacur timur tengah. Dan kau?! Hahahaha.. semua jelas, bahkan tak ada orang tua asuh yang mau mengasuhmu, padahal semua anak sudah ada yang mau mengasuh.! Haha mana ada yang mau mengasuh anak cacat dan gagu !!.”
“DIAM SISSKAAA !!!!, kau bicara satu kata lagi tentang Arumi. Aku bunuh kau !! aku serius SIS !!”  Anak kedua yang menantang Siska adalah indra, laki-laki pendiam seperti merpati, jika marah. Marahnya perpaduan singa, harimau, buaya, hiu maupun elang. Sanggup menjamah lapisan bumi.
    Tubuh siska kaku bergetar, wajahnya tampak pucat merasakan amarah indra. Sedangkan bunda Santi memeluk tubuh arumi yang semakin dewasa, menangis memeram arumi hangat, dan arumi, menangis lemas sedalam-dalamnya. Anak yanng lain ikut merasakan kedalaman perasaan Arumi, mereka berusaha menarik Arumi dari dalam jurang itu dengan tali kasih keluarga ; mereka memeluk arumi, bersama Bunda santi.
“sudah, kalian jangan membuat suasana menjadi rumit, arumi sudah lemas. Siska ! kau masuk kamar dan menunggu orang tua asuhmu menjemput.! Kau indra, tenangkan emosimu sebelum orang tua asuh menjemputmu, tidak baik mereka datang dengan keadaan seperti ini, naah.. anak-anak juga harus mempersiapkan diri.!”
Di ruang, hanya siska yang langsung meninggalkan ruang, anak-anak lain masih memeluk arumi bersama Arumu. ; - Indra duduk tak berdaya di lantai , melihat wajah arumi yang sendu dan basah disapu deras air mata, menetes pula air mata indra yang pendiam dan tegar -;
    Seorang ibu yang bijak seperti bu Santi, selalu tersenyum dalam keadaan apapun agar dapat memberikan energi positif untuk anak-anak asuhnya. Beliau berdiri meski tubuhnya tak terlalu tinggi, memancarkan senyum peramnya dari balik gadis berkursi roda. Mengepangkan rambut gadis itu sambil memberikan pengarahan-pengarahan tiap sebulan sekali, yaitu mengabsen anak asuh dan memantau persiapan mereka.


                            ***



    Mobil mobil mewah keluaran berbagai merek tersohor parkir di halaman panti, ketika sore sedang berdendang tentang pertemuan dan perpisahan, peristiwa yang erat dengan hidup. Pertemuan adalah ketika pasangan suami istri bertemu dengan bakal anak asuh mereka yang sudah berdandan rapi terlebih dahulu. Belum sepenuhnya hak asuh menjadi milik mereka, karena dalam perjanjian, panti bunda asuh masih berhak memiliki hak asuh pada anak tersebut walaupun sedikit dan sebentar. Tetapi tidak dengan siska, orang tua asuhnya memohon pamit untuk mengasuh sepenuhnya Siska dan tak akan berkunjung ke panti ini lagi, kata mereka, “siska ingin kami tinggal di kalimantan, dia trauma dengan tanah jawa.” Hal itu dimaklumi bunda Santi dengan amat bijak.
    Lagu langit sore itu masih belum usai, mobil di halaman parkir semakin sedikit hingga menyisakan satu dengan penuh keharuan. Ketika langit menyanyikan lagu perpisahan. Perpisahan adalah ketika mereka meninggalkan halaman panti dan meregangkan jemari mereka yang ditempel di kaca belakang mobil. Mobil terakhir, pasangan suami istri yang mesra menggenggam erat tangan anak laki pendiam, dia tampan, dialah indra. Alasan pasangan tersebut mengasuh indra tentu saja karena mereka belum dikaruniai seorang anak, dan batin mereka seakan sudah tertancap mesra dengan batin inda, ditambah budi pekerti indra yang indah, indah pula jalan pikirnya seperti yang dikatakan guru SMA indra bahwa indra termasuk anak yang jenius. Kata-kata perpisahanpun diucapkan keluarga baru indra dengan sangan berat. Bertambah haru ketika mereka meutuskan untuk menyekolahkan indra di luar negeri mengikuti pekerjaan ayah barunya sebagai orang jenius di luar negeri. Kata mereka, indra ingin menjadi dokter yang handal dan indra memiliki alasan dan tujuan yang pasti, pasangan itu tersenyum pada bunda dan Arumi yang di pelukan bunda sedari tadi. Sedangkan indra bersalaman dengan mbok yang menyapu di halaman, indra seorang yang pendiam, ia hanya melihat di teras dengan senyum yang dapat diartikan bermacam-macam oleh orang di teras itu.dan sebelum pasangan berpisah dengan bunda dan arumi, si ibu membisik pelan pada ayah, bunda dan arumi .” esok, orang kami akan membawa kursi roda dan yang lain untuk anak manis ini, juga apa-apa yang dibutuhkan bunda”. Perpisahan mereka diakhiri dengan kata terima kasih yang berlebihan dari bunda.
    Keluarga baru itu berjalan menuju mobil mewah diiringi angin yang sepi, si mbok terus membungkukkan badan dari halaman. Bunda dan arumi terus merapatkan jemari mereka dengan melihat punggung keluarga baru itu. Sebelum memasuki mobil, indra menyempatkan diri untuk mengambil segenggam tanah dan batu halaman pada kantung plastik, entah apa maksudnya. Kemudian mobila berjalan mejauh dengan menyisakan dua cahaya merah yang semakin redup. Si mbok masuk ke dalam panti melanjutkan tugasnya. Kini tinggal arumi dan bunda di teras. Sore hampir selesai berdendang, dan kedua wanita itu di teras dengan penuh keartian, berbicara hangat meski tanpa suara. Tetapi berbahasa. Entah bahasa apa. Yang pasti bahasa yang diketahui bunda, arumi dan orang-orang yang merasakan.




dimsa arif _ Palur, 29-04-2011

No comments: